Indopride Media Inc - Persidangan yang memeriksa kasus penusukan yang dilakukan oleh Satria T Nostra di penjara federal telah mencapai babak baru dengan pengumuman putusan akhir. Kronologi peristiwa mengungkapkan bahwa Satria T Nostra melakukan penusukan karena kesal terhadap petugas penjara, merasa bahwa petugas melakukan tindakan yang tidak pantas dengan menyelipkan biji cubung ke dalam kantong terdakwa.
Dalam persidangan, saksi ahli dokter menjelaskan bahwa Satria T Nostra menderita penyakit skizofrenia, suatu kondisi kesehatan mental yang dapat memengaruhi perilaku seseorang. Namun, meskipun ada penjelasan tentang kondisi kesehatan mental terdakwa, pengadilan memutuskan untuk tetap menerapkan hukum sebagaimana mestinya.
Putusan awal persidangan mengejutkan banyak pihak ketika Satria T Nostra diputuskan bersalah dan dijatuhi hukuman mati atas tindakan penusukan di kantor polisi. Namun, pihak kuasa hukum terdakwa tidak menyerah begitu saja. Mereka mengajukan banding atas putusan tersebut, menganggap bahwa hukuman mati tidaklah adil mengingat kondisi kesehatan mental terdakwa. Setelah berbagai proses dan pembuktian yang dilakukan dalam persidangan banding, keputusan akhir pun diumumkan. Meskipun banding telah diajukan, pengadilan menyatakan bahwa Satria T Nostra tetap bersalah atas perbuatannya. Namun, kali ini hukuman yang dijatuhkan lebih berpihak kepada pertimbangan kesehatan mental terdakwa.
Satria T Nostra divonis dengan hukuman penjara selama 2500 bulan, sebuah vonis yang mengejutkan banyak pihak. Selain itu, terdakwa juga diwajibkan membayar denda sebesar 4 juta $IDP dan biaya administrasi persidangan sebesar 500 ribu $IDP.
Putusan ini menunjukkan bahwa meskipun ada faktor mitigasi yang dipertimbangkan, hukum tetap harus dijunjung tinggi demi keadilan bagi semua pihak. Persidangan Satria T Nostra mengingatkan kita akan kompleksitas sistem hukum dan perlunya pendekatan yang cermat dalam menangani kasus-kasus yang melibatkan faktor-faktor seperti kesehatan mental.
(Red/ Callister)
Journalist: Callister, Nana Tjendana, Neo Massardi
Photography: Callister
Editor: Chris Martil