Indopride Media Inc – Pemerintah Kota (Pemkot) Indopride tengah menghadapi tren peningkatan pengunduran diri pegawai dalam beberapa bulan terakhir. Fenomena ini menimbulkan pertanyaan di kalangan masyarakat mengenai kondisi internal di tubuh pemerintahan serta dampaknya terhadap pelayanan publik.
Kepala Bagian Sumber Daya Manusia Pemerintah Kota Indopride, Ethan Delloca, mengakui bahwa tren pengunduran diri memang terjadi secara alami setiap enam bulan sekali. Faktor utama yang menyebabkan hal ini adalah tingkat kejenuhan akibat seringnya pegawai berhadapan langsung dengan masyarakat yang memiliki berbagai karakter dan tuntutan. “Secara alami, di siklus enam bulan memang terjadi tren pengunduran diri. Faktor utamanya kemungkinan adalah rasa jenuh, karena pekerjaan staf pemkot sendiri sering berurusan langsung dengan warga, jadi memang harus kuat mental,” ujarnya.
Berdasarkan data yang dihimpun, angka pengunduran diri cenderung meningkat dalam kondisi tertentu, seperti pergantian kepemimpinan ataupun dinamika politik. Pada Juni tahun lalu, tercatat 68% pegawai memilih mundur ketika terjadi transisi kepemimpinan, meskipun jumlah pendaftar kembali meningkat setelah lowongan kerja diperluas. Namun, pada Desember hingga Januari, kepercayaan publik terhadap pemerintahan menurun akibat tuduhan terhadap wali kota, yang meskipun tidak terbukti di pengadilan, berdampak pada penurunan jumlah pendaftar hingga 30%.
Ketika ditanya mengenai langkah-langkah yang telah diambil Pemkot untuk meningkatkan retensi pegawai, Ethan menyatakan bahwa sistem reward and punishment yang lebih adil kini telah diberlakukan dan berjalan dengan lebih jelas. Selain itu, kepangkatan di bulan April sudah menerapkan sistem baru yang lebih pasti dan transparan dalam sistem kenaikan jabatan. Namun sayangnya hingga saat ini, Pemkot belum memiliki program pelatihan atau pendampingan psikologis bagi pegawai untuk menghadapi tekanan kerja yang tinggi.
Meskipun demikian, Ethan menegaskan bahwa pelayanan publik tetap berjalan dengan baik meskipun beberapa posisi di tingkat sekretariat umum mengalami kekosongan. “Berdampak, pasti berdampak, tetapi apakah itu menjadi hambatan besar? Tidak. Karena masing-masing staf sudah memiliki jobdesc-nya masing-masing,” jelasnya. Namun, ia juga mengakui bahwa sistem rantai komando di beberapa bagian menjadi lebih longgar akibat banyaknya staf senior yang memilih mundur.
Sejauh ini, Pemkot belum memiliki langkah konkret untuk menarik tenaga kerja baru. Selain itu, dalam periode Ramadan ini, memang tidak ada pembukaan rekrutmen pegawai baru, yang menyebabkan suasana di instansi pemerintahan tampak lebih sepi. “Intinya adalah, apapun yang terdengar di luar sana mengenai internal Pemkot, seolah ada problematika rumit di dalam, namun sebenarnya tidak ada masalah yang besar. ‘Setiap orang ada masanya dan setiap masa ada orangnya’. Seluruh staf lama yang telah resign telah melaksanakan tugas mereka dengan baik dan menurunkan ilmunya kepada staf baru. Bagi warga yang ingin merasakan lingkungan kerja yang fleksibel, Pemkot tetap terbuka. Kami mencari individu yang memiliki keinginan kerja, ingin memperbaiki taraf hidup, dan membantu warga lainnya, bahkan jika mereka adalah warga baru sekalipun,” pungkas Ethan.
Meski pelayanan publik masih berjalan, fakta bahwa Pemkot sedang menghadapi tantangan internal tak dapat diabaikan. Dengan meningkatnya angka pengunduran diri, diperlukan kebijakan yang lebih konkret untuk memastikan keberlangsungan sistem pemerintahan yang stabil di masa mendatang.
(Red/Andra Wibawa)