I K L A N

Rudolf Clausius Divonis Hukuman Mati, Kuasa Hukum Ajukan Banding

06 Oct 2023
KEJADIAN
KRIMINAL

Indopride News - Kasus penusukan Eugeo D Joo oleh terdakwa Rudolf Clausius akhirnya berakhir di meja persidangan pada Kamis, 5 Oktober 2023 pukul 21.30 bertempat di Gedung Pengadilan Tinggi Kota Indopride.

Persidangan diawali dengan pembukaan oleh Majelis Hakim, dilanjutkan dengan pembacaan Surat Dakwaan oleh Jaksa Penuntut Umum dengan No. Reg. 001/Pid/10/2023. Surat tersebut berisi kronologi dari tindak pidana penusukan yang dilakukan oleh Terdakwa Rudolf; pada hari Senin tanggal 28 Agustus 2023 pukul 08.00 pagi, korban atas nama Eugeo D Joo berada di Holding Cell, Kantor Polisi Pusat, setelah ia menyerahkan diri atas kasus peperangan antar kelompok, pada saat itu akan di proses oleh anggota Kepolisian bernama Nopendi. Rudolf selanjutnya melakukan perbincangan dengan Eugeo, atas persetujuan Nopendi. Setelah itu, Rudolf mengeluarkan pisau dan melancarkan aksinya dengan cara menusuk Eugeo pada bagian perut kanan atas dasar dendam pribadi. Akhir surat terdakwa tersebut menyebutkan Rudolf Clausius melaksanakan aksinya dengan sengaja dan sadar atas konsekuensi dari perbuatannya.

Iren Lorenza kemudian sebagai Penasihat Hukum Terdakwa Rudolf mengajukan penolakan atau keberatan (eksepsi) terhadap dakwaan yang diberikan oleh penuntut. Ia menyatakan kepada hakim bahwa surat dakwaan itu cacat, terutama dalam proses pemeriksaan dan dokumen BAP yang menceritakan alur dari kejadian tersebut. Seharusnya, sebuah BAP meliputi keterangan dari tersangka, saksi, serta ahli dari suatu kasus pidana pada saat pemeriksaan. Akan tetapi, menurut Irene, ada beberapa hal penting yang tidak disertakan. Pertama adalah BAP dari saksi terkait yang menurutnya akan memberatkan terdakwa, kemudian di dalam surat dakwaan tersebut tidak diuraikan kronologi yang jelas dan tepat, karena ada fakta bahwa Polisi yang bertugas pada saat itu lalai dalam menyita pisau sebelum menginterogasi terdakwa, “Jadi apakah surat dakwaan tersebut sudah sesuai ketentuan yang berlaku, atau hanya sebuah asumsi?” tanya Irene, sebab BAP yang menurutnya cacat ini dijadikan dasar oleh Jaksa Penuntut Umum untuk membuat dakwaan.

Eksepsi tersebut dibantah atau ditolak langsung oleh Jaksa Penuntut Umum atas pertimbangan mereka perihal terorisme yang jelas sudah dilakukan oleh terdakwa di tempat yang sakral yaitu di Holding Cell. Mereka kemudian melampirkan bukti surat visum korban.

Eugeo D Joo selepas itu memberikan kesaksiannya sebagai korban. Menurutnya, disaat kejadian korban ingin menyerahkan diri dan diproses sipir penjara, tiba-tiba Rudolf datang ke sel tempatnya dan berbicara ke sipir. “Sudah puas kamu menyakiti keluarga saya,” itulah yang dikatakan Rudolf sebelum menusuknya di bagian perut kanan. Eugeo menjelaskan di hadapan hakim bahwa dirinya tidak mengerti kenapa bisa terjadi penusukan tersebut sebab mereka tidak memiliki permasalahan apa pun. Eugeo mengaku bahwa ia hanya sekedar mengenal Rudolf tapi tidak begitu kenal dengan baik. Ketika memberikan kesaksian, Eugeo pun menyebutkan bahwa ia hanya melihat Rudolf sendiri dan tidak ada orang lain.

Sementara itu, Irene Lorenza selanjutnya menghadirkan saksi pertama yaitu Keshi Clausius, sebagai putri dari Rudolf, dia menjelaskan ketika di persidangan bahwa Eugeo D Joo bersama temannya pernah membawa Keshi ke suatu tempat di atas tebing dan menodongkan senjata ke mulutnya. Sambil menangis, Keshi menceritakan bagaimana Eugeo memaksanya untuk melakukan gerakan yang tidak senonoh hingga Keshi merasa tidak pantas. Keshi lanjut memberikan kesaksiannya bahwa ia saat itu mendengar perkataan Eugeo yang membenci Keshi dan keluarganya, lalu mendorong Keshi jatuh ke bawah tebing hingga membuat Keshi diharuskan duduk di kursi roda karena patah tulang yang serius. Keshi mengatakan bahwa Eugeo kenal dengan Rudolf dan Keshi, dan Eugeo pernah berkata bahwa ia (Eugeo) sudah puas menyakiti Keluarga Clausius tetapi rekannya belum tentu puas.


Rudolf pun di Persidangan menyatakan bahwa apa yang dikatakan oleh Eugeo adalah omong kosong, alasan ia melakukan hal tersebut adalah sesuai apa yang dijelaskan putrinya. Ketika Rudolf berbincang dengan Eugeo, perkataan Eugeo sedikit memancing emosinya, terlebih apa yang terjadi pada putrinya tersebut sudah terjadi berkali-kali. Ketika Keshi patah kaki selepas didorong dari tebing, Rudolf sempat membawa kasus ini ke ranah hukum dan Eugeo berhasil ditahan. Namun setelah Eugeo keluar dari federal, dia masih melakukan perbuatan tidak menyenangkan lagi. Di hadapan hakim, Rudolf mengaku merasa bersalah atas apa yang dia perbuat dan awalnya tidak berniat menusuk tetapi hanya ingin berbincang.

Sidang pun terus berlanjut hingga lantas Jaksa Penuntut Umum pun membaca surat tuntutan dalam perkara terdakwa, diawali dengan hasil pemeriksaan dan menuntut terdakwa agar hakim mengadili terdakwa yang terbukti melakukan “tindak penusukan dengan pemberatan,” di Holding Cell, Kantor Polisi Pusat, yang dimana merupakan zona hijau dan tindak pidana terorisme berat, agar terdakwa dihukum sesuai perundang-undangan yang berlaku di Kota Indopride yaitu hukuman seumur hidup atau seberat-beratnya hukuman mati, beserta denda dan biaya administrasi.

Setelahnya, hakim mempersilahkan pihak terdakwa untuk memberikan pembelaan (pleidoi), dimana Irene menjabarkan bahwa ada yang namanya sebab-akibat, yaitu penusukan itu tidak akan terjadi apabila tidak ada kelalaian polisi dalam hal operasional; warga seharusnya tidak diperbolehkan asal masuk area off-limits termasuk Holding Cell, terlebih polisi Nopendi yang bertugas tidak memeriksa Rudolf sebelum memasuki area tersebut. Faktor kedua yang disebutkan Irene adalah penusukan tersebut tidak akan terjadi apabila Eugeo tidak memancing emosi Rudolf, yang tadinya tidak berniat menusuk dan hanya ingin berbicara. Dimana, alasan utama Rudolf ingin berbincang dititik-beratkan pada perbuatan Eugeo yang tidak menyenangkan dirinya dan keluarga, termasuk saat Eugeo melecehkan dan menyakiti Keshi. Apalagi, keterangan yang diberikan oleh Eugeo di Persidangan yang suci tersebut terbukti tidak benar. Irene menuturkan, dari awal hingga akhir terdakwa Rudolf sudah mengaku salah dan kooperatif.

Jawaban atas pleidoi (replik) dan tanggapan atas replik (duplik) diteruskan oleh Jaksa Penuntut Umum dan Kuasa Hukum Terdakwa dengan argumen mereka masing-masing. Akhirnya, melalui Putusan Peradilan No.105/Pidana/2023/Pengadilan Negeri Indopride, Majelis Hakim memutuskan terdakwa telah terbukti melakukan pidana penusukan di Holding Cell, lalu Majelis Hakim menolak semua nota pleidoi dari kuasa hukum terdakwa, dan mempertimbangkan bahwa terdakwa patut dijatuhi hukuman mati, denda $IDP 2.000.000 dan biaya sidang $IDP 500.000. Putusan Hakim ini menuai berbagai reaksi dari pengamat persidangan beserta tangisan keluarga terdakwa yang tidak terima.

Pada saat suasana persidangan sudah sangat mencekam, Hakim menawarkan banding kepada Terdakwa, dan pada saat banding Irene Lorenza menghadirkan saksi atas permintaan hakim, yaitu Toms Sinagha. “Positif Yang Mulia, setiap warga yang memasuki daerah kepolisian harus berdasarkan pemeriksaan, apabila tidak ada harus ada penjagaan ketat. Saya tidak melihat dengan kacamata langsung tetapi lebih tepatnya (mengacu) kepada peraturan. Betul, perilaku terdakwa yang tidak semestinya dilakukan di Kanpol. Namun perlu digarisbawahi terdapat kelalaian. Selama saya menjabat tidak pernah terjadi hal seperti itu, terakhir sebelum pensiun saya Bintang 3, saya perketat daerah Kanpol sehingga tidak sembarang orang bisa masuk ke Kanpol apalagi membawa senjata tajam seperti itu.” Ucap Toms, mengonfirmasi pernyataan yang disampaikan oleh Kuasa Hukum Terdakwa berdasarkan pengalamannya di Kepolisian.

Setelah persidangan diskors, dengan mempertimbangkan banding dan kesaksian dari saksi akhirnya melalui putusan banding Hakim mempertimbangkan ulang perkara ini. Terdakwa Rudolf Clausius dinyatakan tetap bersalah, namun bukan hukuman mati, terdakwa akhirnya dijatuhi hukuman pidana penjara selama 1500 bulan dan hukuman pelayanan sosial sebagai EMT sebesar 30 jam dengan masing-masing harinya 5 jam, denda sebesar $IDP 2.500.000 kepada negara, serta biaya administrasi sebesar $IDP 500.000.

Menanggapi hal tersebut, salah satu warga bernama Yudha Ishikawa memberikan pandangannya, "selama proses pengadilannya sesuai SOP dan Undang-undang yang sah, saya pasti agree. Walaupun awalnya mau divonis hukuman mati lalu tidak jadi, jika itu berdasarkan dasar Undang-undang yang sah, ya tidak masalah."

Tangis dan haru dari keluarga terpidana pun yang awalnya mendengar bahwa Rudolf Clausius divonis hukuman mati berubah menjadi senang dan syukur karena mereka tidak jadi kehilangan seorang teman, saudara, suami, seorang ayah dan kepala keluarga mereka.

(red/Robben Joe, Rifu Ascelatte, Jay Kennedy) 

Photographer: Robben Joe

Cameramen: Maul Callister, Pani, Bee Kribo 

Editor: Jennie Van Dynes


Komentar (0)


Tidak Ada Komentar

IKLAN